Entri yang Diunggulkan

Sumber Siri'

Manakala kita ingin mendalami pengertian SIRI’ dengan segenap masalahnya antara lain dapat diketahui dari buku LA TOA. Buku ini berisi ...

Minggu, 14 Maret 2010

Sumber Siri'

Manakala kita ingin mendalami pengertian SIRI’ dengan segenap masalahnya antara lain dapat diketahui dari buku LA TOA. Buku ini berisi pesan-pesan dan nasehat-nasehat yang merupakan kumpulan petuah untuk dijadikan suri tauladan.

Buku LA TOA artinya YANG TUA. Tetapi, arti sebenarnya ialah PETUAH-PETUAH,berisi sekitar seribu jenis petuah-petuah. Hampir semua isi LA TOA ini erat hubungannya dengan peranan SIRI’ dalam pola hidup atau adat istiadat Bugis-Makassar (merupakan falsafah hidup).

Misalnya:

- SIRI’ sebagai harga diri atau kehormatan

- MAPPAKASIRI’(artinya: dinodai kehormatannya)

- RITAROANG SIRI’ (artinya: ditegakkan kehormatannya).

- PASSAMPO SIRI’ (artinya: penutup malu)

- TOMASIRI’NA (artinya : keluarga pihak yang dinodai kehormatannya).

- dan SIRI’ sebagai perwujudan sikap tegas demi kehormatan tersebut.

SIRI’ dapat juga diartikan sebagai pernyataan sikap serakah (Bugis-Makassar atau MANGOWA) dan SIRI’ sebagai prinsip hidup (pendirian) di daerah Bugis-Makassar. SIRI’ NARENRENG dipertarukan demi kehormatan,SIRI’-SIRI’ (malu-malu),PALALOI SIRI’NU (tentang yang melawan),PASSIRI’KIA(bela kehormatan saya), NAPAKASIRI’KA (saya dipermalukan ),TAU DE’ SIRI’NA (orang tak ada malu, tak ada harga diri).

Bahkan berbagai petuah-petuah yang kesemuanya tergambarkan pada buku LA TOA sebagai buku yang bernilai sastra disusun oleh pujangga Bugis pada zamannya. Karena dapatdisimpulkan bahwa SILARIANG (minggat) adalah sekedar salah satu aspek daripada SIRI’ tersebut . yang erat hubungannya dengan harga diri dalm arti yang luas (aspek-aspak identitas keagungan pribadi bangsa pemiliknya). Jadi SIRI’ mengandung pula penilaian kehormatan atau “pride kebanggaan”. Identitas suku bangsa dalm kerangka ke NASIONAL-an yang Bhineka Tunggal Ika. Manifestasi dari pada prinsip-prinsip penghayatan Pancasila.

Ungkapan – unkapan sikap orang-orang Bugis yang termanifestasikan lewat kata-kata: TARO ADA TARO GAU (satunya kata dan perbuatan). Yakni, setiap tekat atau cita-cita ataupun janji yang telah diucapkannya, pasti dipenuhionya (dibuktikannya) dalam perbuatan nyata. Sejalan pula dengan prinsip ABATTIRENGRIPOLIPUKKU (asal usul leluhur senantiasa dijunjung tinggi, segalanya kuabadikan demi keagungan leluhurku). Atau dengan terjemahan bebas:segalanya (jiwa-ragaku) kuabadikan demi untuk ibu pertiwi/bangsa dan negaraku.

Rabu, 24 Februari 2010

Hukum dalam konsep Siri’ na pacce pada masyarakat Bugis-Makassar.

Pengertian Siri’ na pacce’

1. Pengertian siri’

Dalam pengertian harfiahnya, siri’ adalah sama dengan rasa malu. Dan, kata siri’ ini akan berarti harkat (value), martabat (dignity), kehormatan (honour), dan harga diri (high respect) apabila dilihat dari makna kulturalnya. Jadi, perlu dibedakan pengertian harfiahnya dengan pengertian kulturalnya. Bagi orang Bugis-Makassar, pengertian kulturalnya itulah yang lebih menonjol dalam kehidupan sehari-hari apabila dia menyebut perkataan siri’ karena siri’ adalah dirinya sendiri. Siri’ ialah soal malu yang erat hubungannya dengan harkat, martabat, kehormatan, dan harga diri sebagai seorang manusia.

Siri’ lebih sebagai sesuatu yang dirasakan bersama dan merupakan bentuk solidaritas. Hal ini dapat menjadi motif penggerak penting kehidupan sosial dan pendorong tercapainya suatu prestasi sosial masyarakat Bugis-Makassar. Itulah sebabnya mengapa banyak intelektual Bugis cenderung memuji siri’ sebagai suatu kebajikan. Mereka hanya mencela apa yang mereka katakan sebagai bentuk penerapan siri’ yang salah sasaran. Menurut mereka, siri’ seharusnya – dan biasanya, memang – seiring sejalan dengan pacce’(Makassar) / pesse(Bugis).

2. Pengertian pacce

Pacce’ dalam pengertian harfiahnya berarti “ pedih “, dalam makna kulturalnya pacce berarti juga belas kasih, perikemanusiaan, rasa turut prihatin, berhasrat membantu, humanisme universal. Jadi, pacce’ adalah perasaan (pernyataan) solidaritas yang terbit dari dalam kalbu yang dpaat merangsang kepada suatu tindakan. Ini merupakan etos (sikap hidup) orang Bugis-Makassar sebagai pernyataan moralnya. Pacce’ diarahkan keluar dari dirinya, sedangkan siri’ diarahkan kedalam dirinya. Siri’ dan pacce’ inilah yang mengarahkan tingkah laku masyarakatnya dalam pergaulan sehari-hari sebagai “ motor “ penggerak dalam memanifestasikan pola-pola kebudayaan dan sistem sosialnya.

Melalui latar belakang pokok hidup siri’ na pacce’ inilah yang menjadi pola-pola tingkah lakunya dalam berpikir, merasa, bertindak, dan melaksanakan aktivitas dalam membangun dirinya menjadi seorang manusia. Juga dalam hubungan sesama manusia dalam masyarakat. Antara siri’ dan pacce’ saling terjalin dalam hubungan kehidupannya, saling mengisi, dan tidak dapat dipisahkan yang satu dari lainnya.

Dengan memahami makna dari siri’ dan pacce’, ada hal positif yang dapat diambil sebagai konsep pembentukan hukum nasional, di mana dalam falsafah ini betapa dijunjungnya nilai-nilai kemanusiaan – berlaku adil pada diri sendiri dan terhadap sesama – bagaimana hidup dengan tetap memperhatikan kepentingan orang lain. Membandingkan konsep siri’ dan pacce’ini dengan pandangan keadilan Plato (428-348 SM) yang mengamati bahwa justice is but the interest of the stronger (keadilan hanya merupakan kepentingan yang lebih kuat)

Nilai adalah hal yang yang sangat dibutuhkan dalam setiap aspek kehidupan dan dalam konteks hukum, nilai ini merupakan sesuatu yang menjadi landasan atau acuan dalam penegakan hukum, nilai ini hidup dalam suatu masyarakat dan menjadi falsafah hidup dalam masyarakat tertentu. Masyarkat Bugis mempunyai falsafah hidup yang sangat dijunjungnya yaitu siri’ na pacce’.

Siri’ na pacce’ dalam masyarakat Bugis sangat dijunjung tinggi sebagai falsafah dalam segala aspek kehidupan, dan hal ini juga berlaku dalam aspek ketaatan masyakarat terhadap aturan tertentu (hukum), dengan pemahaman terhadap nilai (siri’ na pacce’) ini sangat mempengaruhi masyakarat dalam kehidupan hukumnya.

Siri’ yang merupakan konsep kesadaran hukum dan falsafah masyarakat Bugis-Makassar adalah sesuatu yang dianggap sakral . Siri’ na Pacce ( Bahasa Makassar ) atau Siri’ na Pesse’ ( Bahasa Bugis ) adalah dua kata yang tidak dapat dipisahkan dari karakter orang Bugis-Makassar dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Begitu sakralnya kata itu, sehingga apabila seseorang kehilangan Siri’nya atau De’ni gaga Siri’na, maka tak ada lagi artinya dia menempuh kehidupan sebagai manusia. Bahkan orang Bugis-Makassar berpendapat kalau mereka itu sirupai olo’ kolo’e ( seperti binatang ). Petuah Bugis berkata : Siri’mi Narituo ( karena malu kita hidup ).

Dengan adanya falsafah dan ideologi Siri’ na pacce/pesse, maka keterikatan dan kesetiakawanan di antara mereka mejadi kuat, baik sesama suku maupun dengan suku yang lain.
Konsep Siri’ na Pacce/pesse bukan hanya di kenal oleh kedua suku ini, tetapi juga suku-suku lain yang menghuni daratan Sulawesi, seperti Mandar dan Tator. Hanya saja kosa katanya yang berbeda, tapi ideologi dan falsafahnya memiliki kesamaan dalam berinteraksi.